Halo, namaku Uwien. Hari ini aku ingin berbagi kisah. Kisah kebangkitanku, dari rasa yang selama ini menarikku untuk terus menyembunyikan kemampuanku, dan hanya tampil sebagai ‘Uwien yang biasa saja”. Yang emak tiga anak, istri dan ibu rumah tangga biasa saja.
Dimulai dengan ikut kelas Bars yang difasilitasi oleh dokter David Budi Wartono.
Jangan dulu membayangkan bahwa aku mengikuti kelas ini dengan penuh semangat, loh, ya! Sembilan puluh persen, ya, 90% rasa kantuk menyergapku saat belajar Bars. Ngantuk, tuk, tuk! Ngeblank. Apalagi aku tuh ga pandai bahasa Inggris, otomatis banyak bengongnya donk!
Sama sekali ga ngerti apa yang dibahas, terlebih Access Bars ini adalah sesuatu yang sangat sangat baru bagiku. Haduuuh! Gawat. Mau bertanya, tapi ragu dan MALU. Ntar kalo nanya dan pertanyaannya terkesan konyol, bisa dinilai lemot, deh! Padahal…, pertanyaan apapun di kelas-kelas Access, adalah hal yang lumrah dan tetap dihargai. Huuuh.
Dan…, yang lebih parah lagi, selain rasa kantuk yang menyergap, aktivitasku yang lain di kelas saat itu adalah menyerap emosi peserta lainnya, sehingga ketika mereka sedang bercerita, aku pun dengan ‘sempurna’ menyerap emosi itu. Cerita sedih, maka aku pun dengan sukses mewek. Cerita lucu, aku pun tergelak. Ya Allah…. Mengapa aku seperti ini?
Perjalanan panjang dan berliku pun dimulai. Tak mudah. Karena setiap ingin ikutan swap (bertukar energi dengan saling praktis Bars), aku pun terkendala oleh rasa malas dan ragu. Mau ikut kelas lainnya, apalagi? Ragu, malas, dan pertanyaan yang selalu mencegahku adalah, perlu enggak sih ikut kelas ini? Sisi lain diriku selalu “menyerang” dan bikin drama supaya gak ikut kelas.
Padahal uangnya ada tapi eman-eman (sayang) buat ikut kelas. Terus pada akhirnya uang yang udah disiapin buat kelas malah habis buat foya-foya 😂 Aku masih inget, ikut swap Bars beberapa kali selama 2 tahun itu, waktu mau clearing yang ditanyakan selalu sama. Gak sadar-sadar pula. Plaakk!
As I acknowledged, mulai kerasa perubahanku adalah ketika ikut challenge IPOV (itu pun mau klik JOIN tuh ragu-ragu banget, maju-mundur cantik). Apa itu IPOV, TTTE gak ngerti apaan.
Tapi akhirnya aku beranikan diri klik Join sambil merem), haha.
Lebih kurang bulan lalu, aku jebol benteng pertama unawareness-ku dan semua keraguan menuju awareness dengan IPOV. Ah iya, IPOV ini adalah kepanjangan dari Interesting Poin of View.
IPOVku saat itu adalah interesting point of view I have this POV bahwa aku selalu ragu-ragu saat belajar access/awareness.
“IPOV I have this IPOV aku malu bertanya karena pasti dianggap bego’.
Oh God! Itu aku bener-bener ‘lahiran’. Thanks Dokter dan Miss Damma yang waktu itu “nge-bidan-in”.
Aku gempur tameng-tameng yang nge-block diri sendiri dengan IPOV sampe pusing-pusing, mual-mual, muntah-muntah.
“IPOV I have IPOV aku males banget baca buku bahasa Inggris”
“IPOV I have this IPOV gak ngerti sama clearing-clearing bahasa Inggris, aku gak bisa bahasa Inggris.” “IPOV I have this IPOV aku pasti diketawain karena pelafalan bahasa Inggrisku yang gak bagus.”
dan maaasiiiih banyaaaak lagi IPOV-IPOV yang keluar dan berhasil aku buang.
Yang paling besar “IPOV aku punya POV aku masih suka drama-drama kehidupan, suka jadi pemain sinetron, kalo nggak drama nggak nangis-nangis nggak asyik.”
Hahaha ngakak deh kalo sekarang, kalo waktu itu nangis dan muntah-muntah sampe mata merah dan bengkak, udah kek zombie.
Beberapa hari ikut IPOV, aku choose challenge 30 hari giving+receiving Bars tanpa putus.
Swap sama anak gak cukup, aku butuh received dari orang lain. Jadi tiap hari bolak-balik ke klinik pake gojek. Ninggalin 3 anak di rumah sendiri. Bodo amat sama judgment tetangga (di-IPOV-in aja hehe).
Dan berapa biaya PP kalo dihitung? Bisa buat beli beras 1 kwintal lebih. Tapi gak aku pikirin itu mah. Dari Challenge 30 hari Bars itu mulai kebuka satu-satu yang jadi limitasiku. Huhuhu. Nangis terharu. Gratitude. Pengen pelukin satu-satu partner swap di klinik dan temen-temen Access Consciousness karena telah berkontribusi banyak ke aku.
Tiga puluh hari kelar, ikut challenge apa lagi ya? Lalu memilih ikut kelas BP DEFG. Kemudian challenge diri sendiri giving receiving BP 30 hari. Baru jalan 2 mingguan, terjeda oleh mudik, nanti setelah lebaran mulai lagi challenge BP-nya)
Setelah itu apa lagi ya? Pas banget dokter David lempar pertanyaan di grup, siapa yang mau challenge bla bla bla. Tanpa pikir panjang, aku challenge diri sendiri EJG (All of life comes to me with ease joy and glory). JAM 5 PAGI PULA!
Challenging banget karena aku tidur jam 1 atau jam 2 bahkan sampe subuh setelah selesai nulis. Waktu itu pilih EJG jam 5 pagi alesannya aku sering bangun kesiangan. Kebiasaan sholat Subuh sering terlewat. (wah, ini IPOV juga ternyata. ‘IPOV aku punya IPOV kalo bangun siang itu gak baik, bikin males sepanjang hari, gak bagus buat tubuh, rejekinya dipatok ayam”) hahaha.
Tapi ternyata setelah dijalani, perubahannya lebih dari yang aku bayangkan. Pagi hari jauh lebih fresh & semangat, produktif nulis, kerjaan lancar, badan lebih sehat & bugar meskipun tidur dini hari. Terus ikut challenge-challenge dari teman-teman lainnya.
Makin kebuka banyak hal termasuk MENERIMA DIRI SENDIRI, menerima ability, mengakui potensi. Sejauh ini, aku mengakui perubahanku, aku happy dan bangga sama effort-ku. Bye aku yang dulu.
Bye bye Uwien yang pendiam banget, pemurung, jarang senyum.
Bye-bye Uwien yang pundungan, yang cengeng dikit-dikit nangis.
Bye-bye Uwien yang ketergantungan sama paracetamol.
Bye-bye Uwien yang menolak dikagumi orang.
Selanjutnya apa ya? What else is possible? How does it get any better than this?
I am so grateful to be part of this beautiful vibe! Thank you, Access Consciousness.